Berdasarkan pengajuan Formulir 8-K kepada Komisi Bursa dan Sekuritas (SEC) baru-baru ini, MicroStrategy telah resmi menambahkan total sebanyak 301 bitcoin ke dalam neraca keuangannya.
Pada kurun waktu antara tanggal 2 Agustus 2022 dan 19 September 2022, perusahaan perangkat lunak intelijen bisnis yang berlokasi di Tysons Corner, Virginia ini menghabiskan sekitar US$6 juta dari dana kas berlebih (excess cash) miliknya untuk membeli Bitcoin (BTC) dengan harga rata-rata sekitar US$19.851 per koin.
Tak ayal, pembelian ini membawa jumlah total Bitcoin yang dimiliki oleh perusahaan dan anak perusahaannya menjadi 130.000 BTC. Hal itu sejalan dengan pernyataan dari co-founder sekaligus executive chairman perusahaan, Michael Saylor.
Hingga saat ini, MicroStrategy memegang hampir US$4 miliar dalam bitcoin yang mereka beli dengan harga rata-rata US$30.639 per bitcoin. Sejak tahun 2020 lalu, perusahaannya telah menggunakan Bitcoin sebagai aset utama untuk dana cadangan (reserve).
Sebelumnya, perusahaan juga sempat membeli sebanyak 1.434 BTC pada Desember 2021 lalu. Kemudian tidak berhenti sampai di situ, MicroStrategy kembali memborong 660 BTC lainnya pada bulan Februari 2022.
MicroStrategy Tetap Beli Bitcoin, meski sedang Crypto Winter
Menyusul rilisnya pengumuman itu, Dylan LeClair, seorang analis bitcoin, memuji tekad kuat MicroStrategy tersebut meskipun saat ini tengah terjadi crypto winter.
“Penghormatan tertinggi atas ambisi [tersebut],” ujarnya dalam sebuah cuitan, “tetapi basis biaya bisa lebih rendah [lagi], jika strategi penyebaran bisa lebih sabar.”
Saylor secara konsisten mempertahankan pandangan jangka panjangnya untuk Bitcoin. Pernyataan itu berbunyi, “Jika Anda ingin berinvestasi dalam #bitcoin, jangka waktu yang singkat adalah empat tahun, jangka waktu menengah adalah sepuluh tahun, & jangka waktu yang tepat adalah #selamanya.”
Sebelumnya, pada bulan Agustus 2022 lalu, Michael Saylor telah resmi mengundurkan diri dari jabatan CEO. Keputusan tersebut datang sesaat setelah perusahaan melaporkan kerugian sebesar US$918 juta dari kepemilikan Bitcoin-nya sebagai akibat dari runtuhnya stablecoin TerraUSD pada Mei 2022 lalu. Perihal kerugian yang terjadi, kabarnya kerugian tersebut muncul akibat adanya biaya penurunan nilai (impairment charge) yang besar yang dikenakan pada kepemilikan Bitcoin perusahaan.
Di samping itu, sejak Agustus 2022 lalu, mantan CFO MicroStrategy, Phong Le, menggantikan Michael Saylor sebagai CEO perusahaan. Dengan demikian, Phong Le sekarang bertanggung jawab atas bisnis perangkat lunak perusahaan. Sementara itu, Saylor bertanggung jawab atas strategi pembelian Bitcoin perusahaan.
- Baca juga: Bear Market Tidak Menghambat Antusiasme Miner & Holder Bitcoin untuk Gandakan Investasinya
Teori Bitcoin sebagai Lindung Nilai Inflasi Masih Valid
Sementara itu, Saylor juga sudah sejak lama menjadi pendukung Bitcoin sebagai solusi atas meningkatnya inflasi dan devaluasi mata uang. Pada Desember 2021 lalu, miliarder itu membagikan cuitannya, sebagai berikut:
“#Inflasi adalah masalahnya dan #Bitcoin adalah solusinya.”
Sehubungan dengan idealisme Saylor tersebut, MicroStrategy sendiri mulai memantapkan diri untuk terjun ke industri Bitcoin sejak tanggal 11 Agustus 2020. Hal itu ditandai dengan pembelian Bitcoin sejumlah US$250 juta dari total dana kas berlebih sebanyak $500 juta milik perusahaan. Saylor menganggap tindakan itu sebagai cara yang bertanggung jawab untuk menjalankan kewajiban fidusianya di tengah inflasi yang meningkat kala itu.
Menanggapi fakta bahwa ekonomi AS sedang panas-panasnya, dengan inflasi lebih dari 8% pada Agustus 2022, kemungkinan besar Saylor masih memiliki pemikiran yang sejalan dengan pembelian Bitcoin baru-baru ini.
Pada bulan Desember 2021 lalu, Saylor juga sempat melayangkan sebuah cuitan berbunyi, “#Bitcoin menawarkan harapan bagi negara yang dilanda #Inflasi.”
Rencananya, pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal pada hari Rabu, 23 September 2022 mendatang, Federal Reserve (The Fed) akan mengumumkan kenaikan suku bunga tambahan untuk menekan laju inflasi. Terkait dengan agenda tersebut, sebagian besar ahli percaya bahwa kemungkinan, angka kenaikan tersebut nantinya akan sebesar 75 basis poin ketimbang 100 basis poin. Hal itu karena kenaikan 100 basis poin akan memiliki konsekuensi luas untuk pasar saham. Terlebih lagi, kenaikan 100 basis poin berpotensi menyulut timbulnya resesi pada ekonomi AS.
Di sisi lain, seorang ahli keuangan berpendapat bahwa satu-satunya cara agar ekonomi tetap sehat dalam jangka panjang dan terhindar dari inflasi adalah ekuitas dan aset berisiko lainnya, seperti Bitcoin, mengalami penurunan nilai terlebih dulu.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.