Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Amerika Serikat (AS) menjatuhkan denda sebesar US$362.158,70 atau sekitar Rp5,69 miliar kepada Kraken lantaran melanggar aturan transaksi.
Kraken diketahui memproses transaksi pengguna yang berlokasi di Iran. Padahal, negara tersebut masuk dalam daftar negara yang mendapatkan sanksi dari AS. Menyikapi hal itu, Kraken mengaku sepakat untuk membayar sanksi administratif sebagai bagian dari tanggung jawab perdatanya. Sebagai bagian dari penyelesaian sanksi, Kraken turut akan membayar tambahan investasi sebesar US$100 ribu untuk sanksi atas kontrol kepatuhan tertentu.
Kraken mengaku gagal menerapkan implementasi sistem geolokasi, termasuk di dalamnya sistem untuk memblokir alamat dari Internet Protocol (IP) tertentu secara otomatis. Dengan begitu, hal itu membuat ekspor layanan perusahaan terhadap pengguna yang berada di Iran dapat terjadi.
“Sejak 14 Oktober 2015 sampai dengan 29 Juni 2019, Kraken memproses 826 transaksi dengan nilai total transaksi sebesar US$1,68 juta atas nama seseorang yang terlihat berada di Iran,” jelas Departemen Keuangan AS dalam situs web mereka.
Adapun sanksi yang diberikan OFAC kepada Kraken jauh lebih rendah dari maksimum sanksi yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) yang sudah ditetapkan. Pasalnya, disebutkan bahwa hukuman moneter perdata maksimum sebesar US$272,22 juta.
Namun, OFAC menjelaskan bahwa Kraken mengungkapkan secara sukarela pelanggaran yang mereka lakukan. Oleh karena itu, sanksi yang harus dibayarkan perusahaan hanya berjumlah setengah dari nilai transaksi yang terbukti, yakni sebesar US$840.228.
“Hal lain yang juga sudah dilakukan Kraken adalah menambahkan pemblokiran geolokasi untuk mencegah akses di lokasi terlarang, menerapkan tools analisis blockchain, dan mempekerjakan posisi khusus untuk mengarahkan program sanksi perusahaan,” imbuh regulator AS.
Terkait hal ini, Chief Legal Officer Kraken, Marco Santori, menuturkan bahwa mereka telah menyelesaikan masalah yang ditemukan dan dilaporkan sendiri secara sukarela.
“Bahkan, sebelum memasuki resolusi ini, kami telah mengambil beberapa langkah untuk mendukung kepatuhan perusahaan,” ungkap Marco Santori.
Selain Kraken, Binance pun Dituduh Lakukan Pelanggaran Sanksi
Perlu diingat, Kraken merupakan perusahaan kripto terbaru yang mendapatkan ganjaran atas pelanggaran aturan larangan transaksi bagi negara tertentu.
Sebelumnya pada Oktober lalu, bursa kripto Bittrex dijatuhkan sanksi sebesar US$29 juta lantaran mengizinkan orang-orang yang berada di wilayah Kuba, Suriah, Iran, Sudan, dan Krimea melakukan transaksi mata uang digital sebesar US$263,5 juta. Jumlah itu merupakan akumulasi sejak periode Maret 2014 sampai Desember 2017. Selain tu, Bittrex pun diketahui gagal mempertahankan program anti-pencucian uang (AML).
Terkait hal ini, Direktur OFAC, Andrea Gacki, mengungkapkan bahwa ketika perusahaan kripto gagal melakukan kontrol, termasuk menyaring pelanggan di daerah yang terkena sanksi, hal itu akan menjadi kendaraan yang bisa mengancam keamanan nasional.
“Para pengguna Bittrex menggunakan alamat dan paspor negara untuk melakukan verifikasi identitas,” urai Andrea Gacki.
Tidak hanya itu, bursa kripto global lainnya, seperti Binance, juga dituduh telah memproses transaksi kripto bagi warga Iran senilai hampir US$8 miliar sejak 2018 silam. Hal itu terungkap lewat investigasi yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman AS.
Sebelumnya, regulator AS sudah menaruh curiga terhadap aktivitas Binance yang diduga terlibat dalam pencucian uang. Untuk membuktikannya, akhirnya bursa kripto yang memiliki lebih dari 120 juta pengguna itu ditempatkan di bawah pengawasan pemerintah.
Investigasi yang dipimpin oleh Chainalysis mengungkapkan bahwa terdapat aliran dana dari Binance ke bursa kripto terbesar di Iran yaitu Nobitex. Token kripto yang digunakan adalah TRON yang disebut dapat menawarkan anonimitas dalam identitasnya.
Iran Terima Kripto untuk Pembayaran Impor
Sebagai salah satu langkah untuk menghindari sanksi keuangan, Iran membuka diri terhadap aset kripto dalam hal pembayaran impor. Namun, hal itu tidak mengubah pandangan Iran yang melarang penggunaan aset kripto sebagai alat perdagangan di dalam negeri.
Menteri Perindustrian, Pertambangan, dan Perdagangan Iran, Reza Fatemi Amin, mengatakan bahwa pemerintah sudah mengeluarkan aturan untuk menggunakan kripto sebagai pengganti dolar AS dan euro. Hal itu dilakukan karena aset kripto tidak diperdagangkan melalui sistem keuangan tradisional (TradFi) yang mudah dilacak.
Sebagai uji coba, Iran telah melakukan pesanan impor senilai US$10 juta dengan negara lain yang turut mendapatkan sanksi dari AS seperti Rusia.
Bagaimana pendapat Anda tentang pengenaan denda terhadap Kraken karena melayani pengguna di Iran? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.