Tether, penerbit stablecoin dengan market cap atau kapitalisasi pasar terbesar di dunia kripto, telah menjadi pemegang Bitcoin (BTC) terbesar ke-11 di dunia. Namun, sejumlah pihak justru khawatir dengan hal ini.
Sejauh ini, Tether memang belum secara resmi mengungkapkan alamat BTC milik mereka. Meski demikian, Tom Wan, seorang analis riset di 21.co, mengaku bahwa dia berhasil menemukan alamat BTC yang berpotensi menjadi milik Tether.
Adapun, Tom Wan memperkirakan Tether menyimpan sekitar 55.022 BTC senilai sekitar US$1,6 miliar. Sumber yang mengetahui langsung persoalan ini juga mengonfirmasi bahwa Tether adalah pemegang Bitcoin terbesar ke-11 di dunia.
Nilai kepemilikan di alamat BTC tersebut sesuai dengan nilai Bitcoin yang disebutkan dalam laporan cadangan Tether pada kuartal II/2023 yang dibagikan pada 31 Juli lalu.
Adapun Tether pertama kali mengungkapkan kepemilikan Bitcoin pada kuartal I/2023. Mereka saat itu juga mengaku akan secara teratur menginvestasikan hingga 15% ke Bitcoin dari ‘keuntungan perusahaan’ yang diperoleh dari ‘kelebihan cadangan stablecoin Tether’.
Tether menghasilkan surplus atas cadangan mereka sebesar US$3,3 miliar per kuartal II/2023. Chief Technology Officer (CTO) Tether, Paolo Ardoino, menyebut bahwa kelebihan cadangan itu adalah ekuitas dari para pemegang saham di Tether.
“Tether memutuskan untuk mempertahankan kelebihan cadangan ini sebagai bagian dari portofolionya untuk menambah bantalan dan stabilitas tambahan pada produk stablecoin kami,” kata Ardoino.
Total aset Tether mencapai US$86,49 miliar pada kuartal II/2023. Sementara per hari Senin (7/8), market cap stablecoin Tether USD (USDT) telah tembus US$83,71 miliar.
- Baca Juga: Lagi-lagi Tolak Panggilan Audit, Tether Masih Andalkan Laporan Pengesahan untuk Laporan Q2 2023
CEO Binance Sebut Tether sebagai Black Box
Meski begitu, Tether terus mendapat kritik dari komunitas kripto karena sejumlah pihak selalu curiga dengan kebenaran cadangan untuk mendukung USDT.
Dalam sebuah acara Ask Me Anything (AMA) yang diselenggarakan Binance pada 31 Juli lalu, Changpeng ‘CZ’ Zhao, selaku pendiri dan CEO crypto exchange terbesar di dunia, menyebut Tether sebagai black box atau kotak hitam karena tidak menerbitkan laporan audit formal.
“Saya pribadi belum melihat laporan audit USDT. Saya rasa, kebanyakan orang yang saya ajak bicara juga tidak melihatnya. Jadi, ini semacam black box, karena kita tidak tahu,” kata CZ.
Dalam pernyataan pada Oktober 2021, Paolo Ardoino, mengatakan bahwa, “Tidak ada stablecoin yang memiliki audit formal, [dan umumnya] hanya memiliki [laporan] pengesahan.”
Dengan kondisi semacam itu, CZ berharap ada banyak alternatif dalam stablecoin.
“Kita sebaiknya bekerja dengan proyek stablecoin sebanyak mungkin. Kita seharusnya tidak memiliki satu taruhan pun [merujuk pada stablecoin BUSD yang jadi incaran regulator Amerika Serikat (AS)],” imbuh CEO Binance itu.
Demi menghindari risiko yang lebih besar terjadi, CZ mengungkapkan bahwa Binance sedang mengerjakan proyek algorithmic stablecoin, serta mendiversifikasi kemitraan stablecoin, termasuk dengan stablecoin pendatang baru seperti First Digital USD (FDUSD), untuk menyebarkan potensi risiko.
Tether Bisa Gunakan Bitcoin Milik Mereka sebagai Ancaman?
Pada gilirannya, Tether yang memiliki cukup banyak Bitcoin memicu spekulasi liar tentang kemampuan mereka untuk memengaruhi market kripto secara luas.
Akun Twitter Napgenus ursus (@napgener), yang akhir-akhir ini mencuri popularitas karena rangkaian cuitan kontroversial terkait insiden di Curve Finance, menyoroti sisi negatif dari Tether yang menjadi pemegang Bitcoin terbesar ke-11 di dunia.
“Tether sangat siap untuk menjual Bitcoin yang mereka miliki untuk mempertahankan setiap serangan [negatif atau FUD yang bermakna Ketakutan, Ketidakpastian, dan Keraguan] terhadap depeg USDT. Begitulah cara saya membaca situasi,” catat Napgenus ursus.
Dia menilai bahwa pertarungan Craig Wright vs Roger Ver dalam hard fork Bitcoin Cash (BCH) yang didukung Roger Ver dan menciptakan Bitcoin SV (BSV) yang didukung Craig Wright, diputar ulang pada tahun 2023 ini sebagai ‘perang dingin’ CZ dan Binance vs Paolo dan Tether.
Sementara itu, akun Twitter thiccy (@thiccythot_), yang sempat menyebar FUD setelah Binance dan Coinbase digugat regulator AS pada Juni lalu, turut ikut bersuara dalam potensi perang dingin yang melibatkan Binance dan Tether.
“Drama Tether dan Binance sepertinya pertengkaran bisnis biasa. Circle, penerbit stablecoin USD Coin (USDC), berbagi ratusan juta dolar AS keuntungan dengan Coinbase. Tether tidak membagikan apa pun dengan Binance [padahal digunakan di platform itu secara besar],” ungkap akun Twitter thiccy.
Dia berpendapat, “Tidak begitu absurd [bagi Binance] untuk memperjuangkan sebuah proyek lain setelah Tether memamerkan semua keuntungan mereka. Semoga kedua belah pihak belajar untuk tidak melempar batu ke rumah kaca [merujuk pada industri kripto yang sensitif].”
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.