Setelah sempat terseret keruntuhan algorithmic stablecoin Terra (LUNA) di tahun lalu, Tether (USDT), stablecoin besutan Tether, mulai memperlihatkan kinerja yang mentereng. Berdasarkan data CoinGecko, pada hari ini (2/6), kapitalisasi pasar USDT berhasil menembus US$83,24 miliar. Angka tersebut menjadi level all time high (ATH) baru bagi USDT, setelah terakhir kali menorehkan ATH kapitalisasi pasar pada Mei tahun lalu.
Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa strategi yang dijalankan oleh Tether, selaku penerbit USDT, untuk menjaga kinerjanya dengan memanfaatkan Bitcoin (BTC) sebagai salah satu sumber cadangan dananya berhasil.
Chief Technology Officer (CTO) Tether, Paolo Ardoino, mengungkapkan capaian hari ini menunjukkan bahwa banyak orang yang menginginkan akses terhadap kebebasan finansial, dan ketika hal itu diberikan maka mereka akan memanfaatkannya semakimal mungkin.
“Token Tether (USDT) menawarkan layanan yang aman bagi mereka yang tidak memiliki rekening bank dan memungkinkan orang-orang di pasar negara berkembang mempertahankan daya belinya di tengah himpitan inflasi ataupun devaluasi nilai mata uang fiat,” jelas Ardoino.
Tether Berhasil Bangkit dari Pusaran Crypto Crash
Saat keruntuhan proyek Terra, stablecoin Tether termasuk yang mengalami guncangan cukup hebat. Kala itu, kapitalisasi pasar USDT sempat betah berada di level US$65 sampai 67 miliar. Namun, dengan pendekatan yang berbeda, perusahaan akhirnya berhasil mencetak level ATH baru di tahun ini.
Pada 17 Mei lalu, Tether mengumumkan langkah berani. Betapa tidak, perusahaan berniat untuk mengalokasikan hingga 15% dari keuntungan operasi bersihnya untuk membeli BTC. Paolo Ardoino menjelaskan langkah tersebut sengaja dilakukan untuk meningkatkan kinerja portofolio yang dimilik Tether. Di samping itu, Bitcoin merupakan lambang dari sistem moneter yang sehat dan aman.
Strategi tersebut mengingatkan dengan langkah Do Kwon, cs., pendiri proyek Terra (LUNA) yang saat ini tengah menghadapi masalah hukum. Ketika masih dalam masa jayanya, melalui Luna Foundation Group (LFG), Terra secara aktif membeli BTC dalam jumlah besar.
Kendati demikian, menurut Ardoino, langkah yang dilakukan Tether sama sekali berbeda dengan Terra. Alasannya karena dalam UST sebagai besar jaminannya disimpan dalam Bitcoin, sedangkan Tether hanya menggunakan 15% dari keuntungan bersih yang terealisasi. Artinya, perusahaan menggunakan ukuran keuntungan nyata dari operasinya yang terdiri dari selisih harga pembelian dan hasil bersih dari penjualan aset atau dalam investasi yang jatuh tempo.
US$1,5 Miliar Bitcoin sebagai Cadangan
Moncernya kinerja Tether sudah mulai terlihat di tiga bulan perdana tahun ini. Dalam periode tersebut, tercatat perusahaan berhasil mencetak laba bersih sebesar US$1,48 miliar.
Sampai dengan kuartal pertama tahun ini, Tether memiliki Bitcoin sebesar US$1,5 miliar dari total cadangan dananya. Jika dilihat, pencadangan Tether didominasi oleh surat utang pemerintah jangka pendek (US Treasury Bills), yang angkanya mencapai US$53,04 miliar dari total cadangan. Selain itu, perusahaan juga memiliki cadangan dalam bentuk emas sebesar US$3,39 miliar.
Paolo Ardoino menuturkan bahwa Tether terus menggurangi kepemilikan pinjaman yang dijamin, dari 8,7% menjadi 6,5% terhadap total cadangan. Perusahaan berkomitmen untuk terus melakukan pengurangan hingga mencapai nol.
Lalu, Tether juga berkomitmen untuk memberikan transparansi lebih baik pada publik terkait pencadangan yang dilakukannya. Di September tahun lalu, Hakim Amerika Serikat (AS) memerintahkan Tether untuk membuat dokumen terkait cadangan aset yang mendukung USDT.
Hal tersebut merupakan buah dari adanya gugatan yang menyebut Tether berkongsi untuk menaikan harga Bitcoin dengan stablecoin yang baru diterbitkan.
Volume Perdagangan Disebut Tetap Loyo
Di sisi lain, rupanya perusahaan riset pasar kripto Kaiko memiliki pandangan berbeda terhadap moncernya kapitalisasi pasar USDT. Baginya, USDT saat ini sudah digunakan di lebih dari 50% perdagangan centralized exchange (CEX), namun pangsa pasar Tether masih relatif terhadap stablecoin lain dan tidak meningkat secara jelas selama terjadi penurunan aktivitas.
“Kalaupun terjadi pergeseran dalam penggunaan USDT ke decentraliced exchange (DEX) saja, tetap tidak menjelaskan keuntungan perusahaan,” ungkap Kaiko.
Menurut Kaiko, pada transaksi di DEX, USDT hanya menyumbang 20% dari volume swap non-stablecoin. Tetapi, hal tersebut tidak bisa membantu memberikan kejelasan terjadinya peningkatan kapitalisasi pasar USDT.
Jika mengacu pada data CoinGecko, volume perdagangan harian Tether pada hari ini memang terlihat biasa-biasa saja, hanya mencapai US$11,93 miliar. Artinya, tidak ada lonjakan yang signifikan dalam hal perdagangan.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.