Lihat lebih banyak

Kepolisian Inggris Selidiki Kasus Pelecehan Seksual di Metaverse

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Kepolisian Inggris mengaku tengah memulai penyelidikan terhadap laporan kasus pelecehan seksual yang dilakukan di metaverse.
  • Menurut laporan, secara fisik, korban memang tidak mengalami luka ataupun insiden lainnya secara langsung. Akan tetapi, ia menderita trauma psikologis dan emosional yang signifikan.
  • Terkait isu pelecehan di ruang virtual, Ketua Asosiasi Polisi dan Komisaris Kejahatan, Donna Jones, menegaskan setiap perempuan dan anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan yang lebih besar di metaverse.
  • promo

Kepolisian Inggris mengaku tengah memulai penyelidikan terhadap laporan pelecehan seksual yang dilakukan di metaverse. Daily Mail melansir ada seorang gadis berusia 16 tahun yang mengaku mengalami pelecehan seksual saat sedang bermain game di metaverse menggunakan headset virtual reality (VR).

Aksi tersebut menjadi langkah perdana yang dilakukan otoritas penegakan hukum Inggris di dalam ranah virtual. Karena sejatinya, definisi maupun aturan terkait metaverse belum benar-benar ditegakkan oleh pemerintah setempat.

Dalam laporan Daily Mail, disebutkan bahwa secara fisik, gadis tersebut tidak mengalami luka ataupun insiden lainnya secara langsung. Akan tetapi, korban menderita trauma psikologis dan emosional yang signifikan.

Pimpinan Dewan Kepala Kepolisian Nasional Inggris, Ian Critchley, mengatakan pelanggaran seksual yang merajalela di dunia online membuat kekhawatiran tersediri. Terlebih lagi, hadirnya metaverse berpotensi menciptakan pintu gerbang bagi “predator” untuk melakukan kejahatan kepada anak-anak. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan untuk pengesahan Undang-Undang Keamanan Online dan tindakan proaktif dari entitas teknologi agar menjadikan platform tersebut aman.

Meski begitu, belum bisa dipastikan apakah penyelidikan yang dilakukan akan berujung pada penuntutan. Di sisi lain, otoritas penegak hukum juga masih harus menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan di dunia nyata.

Seorang perwira senior yang mengetahui masalah tersebut mengakui dampak dari insiden tersebut sangat luas dan memiliki efek jangka panjang dibanding cedera fisik.

“Hal tersebut menjadi sebuah tantangan bagi penegakan hukum, mengingat undang-undang yang ada saat ini tidak dirancang untuk kejadian seperti ini,” jelasnya.

Perlu Adanya Aturan Main yang Jelas

Terkait isu pelecehan di ruang virtual, Ketua Asosiasi Polisi dan Komisaris Kejahatan, Donna Jones, menegaskan setiap perempuan dan anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan yang lebih besar di metaverse.

Menurutnya, perlu langkah strategis untuk memperbarui undang-undang yang berlaku saat ini. Pasalnya, kebijakan yang sekarang berlaku tidak mengimbangi risiko dan pelanggaran hukum dari artificial intelligence (AI) maupun platform metaverse. Namun, sepertinya hal itu akan menjadi sangat menantang, mengingat ruang virtual tidak terikat oleh batasan geografis. Pada akhirnya, kondisi ini bakal menyulitkan proses penegakan hukum.

International Criminal Police Organization (Interpol) juga mengakui hal itu. Direktur Eksekutif Teknologi dan Inovasi Interpol, Madan Oberoi, menjelaskan kejahatan yang terjadi di dunia maya belum tentu juga disebut sebagai kejahatan yang terjadi di ranah nyata. Selain itu, belum banyak personelnya yang mengerti dan menggunakan metaverse. Maka dari itu, Interpol sudah mulai mengembangkan metaverse yang bisa digunakan untuk mengikuti pelatihan maupun peningkatan kemampuan kepolisian lainnya.

“Jika penegak hukum ingin membantu orang di metaverse, mereka harus mengerti apa itu metaverse, dan itu adalah salah satu tujuan kami untuk memastikannya,” ungkap Oberoi.

Meta Platforms Klaim sudah Antisipasi Kejahatan di Metaverse

Insiden ini sebenarnya bukanlah yang pertama kali terjadi di metaverse. Sebelumnya, Nina Jane Patel, salah satu pendiri sekaligus wakil presiden Metaverse Research, mengaku menjadi korban pelecehan verbal dan seksual oleh 3 sampai 4 avatar laki-laki.

Peristiwa tersebut terjadi di Horizon Worlds, yang merupakan platform metaverse besutan Meta Platforms. Patel sendiri mengakui bahwa kejadian itu merupakan sebuah mimpi buruk yang terasa nyata.

Meta Platforms selaku salah satu pengembang metaverse, sebetulnya sudah mengantisipasi tindakan penyerangan di ruang virtualnya. Juru bicara Meta mengatakan perilaku tersebut tidak memiliki tempat di platform miliknya. Pihak Meta mengeklaim memiliki perlindungan otomatis yang memungkinkan penggguna menetapkan batasan terhadap orang yang tidak dikenal.

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | April 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori