Sebuah perusahaan jaringan teknologi Cina bernama TETAcoin menghadapi gugatan hukum di Pengadilan Hubungan Industrial Chaoyang. Gugatan tersebut dilayangkan oleh salah satu mantan karyawannya. Perseroan diduga menggunakan aset kripto dalam bentuk stablecoin USDT untuk pembayaran upah.
Padahal, pemerintah Cina sudah sejak akhir tahun lalu menabuh genderang perang terhadap penggunaan aset kripto, termasuk stablecoin, di dalam negeri.
Dalam putusan Pengadilan, disebutkan bahwa mata uang virtual tidak boleh dan tidak dapat beredar di pasar sebagai mata uang.
“Memutuskan bahwa perusahaan harus membayar tunggakan upah dan bonus dalam Renminbi (RMB),” tulisnya.
Perselisihan bermula ketika, seorang penggugat yang bernama Shen berniat untuk mengajukan pengunduran diri di Juni 2020. Penggugat memiliki jabatan sebagai Vice President of Product, dengan gaji kotor senilai 50 ribu yuan.
Namun, setelah dikurangi dengan jaminan sosial dan dana simpanan, Shen mendapatkan 2.574 RMB dan ditambah dengan stablecoin dalam bentuk Tether (USDT). Dalam perjalanan pekerjaannya, penggugat mengajukan pengunduran diri sampai proyek yang tengah ia kerjakan rampung.
Ia juga menuntut agar perusahaan membayar tunggakan upah, bonus kinerja, dan uang lembur. Tetapi, sepertinya harapannya tidak dikabulkan oleh perusahaan, karena akhirnya perselisihan justru menggelembung hingga ke meja hijau.
Hu dan Deng, selaku pemegang saham TETAcoin, menjadi tergugat dalam sengketa tenaga kerja ini. Hu sendiri mengaku bahwa perusahaan telah membayarkan gaji dalam bentuk USDT sesuai dengan kehadirannya.
“Shen meminta untuk menerima pembayaran tunggakan upah dan bonus dalam bentuk Renminbi, namun Hu bersikukuh untuk menggunakan mata uang virtual,” ungkapnya.
Pembayaran Upah dengan Stablecoin Tak Sesuai UU di Cina
Menyikapi hal itu, pengadilan setempat menyatakan bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku menetapkan bahwa upah harus dibayarkan dalam mata uang yang diatur dalam UU Republik Rakyat Tiongkok, yaitu Renminbi. Maka dari itu, pengadilan memerintahkan agar para tergugat membayar lebih dari 270 ribu RMB atau sekitar US$40 ribu.
Sikap tegas pemerintah Cina atas pelarangan penggunaan mata uang kripto di negaranya sudah diumumkan sejak September 2021 lalu.
Kala itu, Bank Rakyat Tiongkok, bank sentral Cina, sudah mengeluarkan Pemberitahuan Tentang Pencegahan atas Risiko Transaksi Mata Uang Virtual. Kebijakan tersebut juga didukung oleh Mahkamah Agung, Central Cyberspace Administration of China, dan 10 lembaga lain yang juga memiliki pandangan yang sama. Mereka menilai bahwa mata uang virtual bukanlah alat pembayaran yang sah.
Senator AS Larang Apple dan Google Terima Yuan Digital
Langkah pemerintah Cina melarang penggunaan stablecoin dan juga aset kripto lainnya dalam transaksi pembayaran dalam negeri umum dilakukan oleh banyak negara lain, termasuk Indonesia sendiri.
Sebagai catatan, USDT sendiri merupakan stablecoin yang dipatok dalam dolar AS dengan rasio 1:1.
Namun, di sisi lain, adopsi kripto di Cina juga berada di angka yang cukup tinggi. Berdasarkan data Chainalysis, Cina berada di peringkat 13 dengan skor indeks 0.16. Melihat hal itu, pemerintah setempat akhirnya terus menggenjot penggunaan mata uang digital bank sentral (CBDC) mereka atau yang kerap disebut yuan digital.
Sayangnya, aksi yang dilakukan oleh pemerintah Cina ternyata harus mengalami tantangan. Tiga senator dari Partai Republik di Amerika Serikat baru saja merilis undang-undang yang akan melarang Apple, Google, dan penyedia aplikasi lain untuk hosting aplikasi yang menerima yuan digital sebagai pembayaran. Aturan tersebut diklaim merupakan tindakan preventif dalam melindungi aktivitas keuangan Amerika Serikat dari pantauan Cina.
“Partai Komunis Cina akan meggunakan mata uang digitalnya untuk mengontrol dan memata-matai siapa saja yang menggunakannya,” ungkap salah satu senator.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.