Lihat lebih banyak

The Merge Buat Ethereum Lebih Rentan terhadap Intervensi & Penyensoran?

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • Pembaruan jaringan Ethereum yang kini mengandalkan konsensus PoS dinilai dapat membuatnya lebih rentan terhadap intervensi dan sensor pemerintah.
  • Kekhawatiran ini dilandaskan pada fakta bahwa proporsi staked ETH didominasi oleh entitas-entitas besar yang kemungkinan besar akan tunduk kepada pemerintah.
  • Terkait kekhawatiran tersebut, Vitalik Buterin mengatakan bahwa salah satu bentuk penyensoran yang dapat dilakukan adalah validator yang memilih untuk mengecualikan atau memfilter transaksi yang dikenai sanksi.
  • promo

Upgrade jaringan Ethereum yang kini mengandalkan konsensus Proof-of-Stake (PoS) dinilai dapat membuatnya lebih rentan terhadap intervensi dan sensor pemerintah.

Sebagai gambaran awal, The Merge merupakan momen transisi konsensus Ethereum dari Proof-of-Work (PoW”) menuju PoS yang menjanjikan dapat mengurangi konsumsi energi hingga lebih dari 99%. 

Justin Drake, seorang peneliti di Ethereum Foundation, menggunakan metafora untuk menggambarkan bahwa The Merge sebagai proses peralihan dari kendaraan yang menggunakan bensin menuju kendaraan listrik. Selain transisi PoW ke PoS dapat mengurangi konsumsi energi, hal ini juga akan meletakkan dasar bagi upgrade penskalaan Ethereum di masa mendatang.

Namun, Coby Morgan, mantan analis FBI yang kini lead investigator di perusahaan kepatuhan dan forensik kripto Merkle Science, bercerita kepada Cointelegraph pada hari Jumat (16/9) mengenai sejumlah risiko yang ditimbulkan transisi konsensus Ethereum dari PoW menuju PoS.

Ketika masalah sentralisasi telah dibahas secara luas menjelang ‘hajatan’ The Merge, Coby Morgan kini menjelaskan bahwa biaya mahal untuk menjadi validator dapat mengakibatkan konsolidasi node validator ke perusahaan kripto yang lebih besar seperti Binance, Coinbase, dan Kraken.

Konsensus PoS di Ethereum Rentan terhadap Sensor?

Sebagai informasi, untuk bisa menjadi validator penuh pada jaringan Ethereum, pihak tersebut diharuskan men-staking 32 Ether (ETH) yang bernilai US$47.094.08 atau setara Rp703,73 juta bila menggunakan patokan harga ETH per 15 September.

Sebuah laporan dari platform analitik blockchain Nansen yang terbit sebelum The Merge terlaksana menunjukkan bahwa sekitar 61% dari ETH yang di-staking dikendalikan hanya oleh 4 entitas. Para pihak tersebut adalah Lido Finance sebanyak 31%, kemudian Coinbase memiliki porsi 15%, Kraken mencapai 8,5%, dan Binance menyumbang 6,75%.

Proporsi staked ETH yang berada di berbagai pool | Sumber: Nansen

Terkait hal ini, Coby Morgan mengatakan bahwa para institusi yang lebih besar ini akan tunduk pada keinginan pemerintah di dunia. Ketika node validator mengidentifikasi alamat yang dikenai sanksi, mereka dapat mengeluarkannya dari sistem serta mencegah sejumlah pihak berinteraksi dengan pihak tersebut.

“Entah Anda akan mematuhi dan Anda akan menyedot interaksi semacam itu, atau Anda berisiko didenda, diperiksa, atau berpotensi dikenai sanksi,” jelas lead investigator Merkle Science itu.

Vitalik Buterin Coba Meredakan Kekhawatiran

Terkait kekhawatiran tersebut, co-founder Ethereum, Vitalik Buterin, sebenarnya sudah sempat menanggapi risiko ini dalam Ethereum Core Devs Meeting pada 18 Agustus lalu.

Vitalik Buterin mengatakan bahwa salah satu bentuk penyensoran yang dapat dilakukan adalah validator yang memilih untuk mengecualikan atau memfilter transaksi yang dikenai sanksi.

Dia melanjutkan, selama beberapa validator tidak mematuhi sanksi, maka transaksi ini pada akhirnya akan diambil di blok selanjutnya dan penyensoran hanya bersifat sementara.

Berkaca dari Sanksi yang Diterima Tornado Cash

Perlu diingat, Tornado Cash pada 8 Agustus lalu menjadi smart contract pertama yang dijatuhi sanksi oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Sanksi ini diberikan setelah crypto mixer service itu digunakan untuk mencuci mata uang virtual senilai lebih dari US$7 miliar sejak dibuat pada 2019.

Akibat sanksi ini, semua warga atau entitas yang berasal dari Negeri Paman Sam dilarang menggunakan protokol terdesentralisasi itu untuk transaksi bersifat privasi di Ethereum. Sebagai tanggapan, sejumlah perusahaan maupun entitas kripto telah mematuhi dengan mencegah sejumlah alamat yang dikenai sanksi dapat mengakses produk dan layanan mereka.

Perkembangan ini ternyata memiliki efek yang cukup besar dalam komunitas Ethereum. Co-founder EthHub, Anthony Sassano, membuat cuitan pada 16 Agustus lalu dengan mengatakan bahwa dia akan menganggap Ethereum sebagai kegagalan dan move on, jika penyensoran permanen terjadi.

Bagaimana pendapat Anda tentang kekhawatiran terkait potensi intervensi dan sensor dari pemerintah terhadap Ethereum pasca The Merge? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram Be[In]Crypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | April 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

userpic_14-1.jpg
Ahmad Rifai
Ahmad Rifai adalah seorang jurnalis yang meliput sektor startup, khususnya di Asia Tenggara, dan penggila open source intelligence (OSINT). Dia bersemangat mengikuti berbagai cerita tentang perang, tetapi percaya bahwa medan pertempuran saat ini adalah di dunia kripto.
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori