Narasi tentang zero-sum game terhadap Bitcoin beberapa hari kemarin menguat di ruang maya. Salah satu investor muda asal Indonesia, Sulianto Indria Putra dalam akun media sosialnya menyebut bahwa Bitcoin adalah zero-sum di finance dan investment.
Menurutnya, holders Bitcoin untung atas kerugian orang-orang yang memegang mata uang fiat. Ia mengungkapkan bahwa pandangannya bersandar pada sejarah Bitcoin sendiri yang tercipta atas ketidaksempurnaan sistem keuangan yang ada saat ini.

Secara terpisah, Chairman salah satu crypto exchange asal Indonesia, Indodax, Oscar Darmawan melalui utas X (Twitter) menjelaskan bahwa ia memandang netral terkait pandangan Bitcoin baik sebagai zero-sum game maupun sebagai store value. Karena menurutnya, hal itu hanyalah soal perspektif.
Namun yang pasti, ia menegaskan bahwa Bitcoin sudah pasti bukan skema piramida. Dalam unggahannya di media sosial, Oscar membagikan masing-masing perspektif, baik itu sebagai zero-sum game maupun store of value.
Perspektif Terkait Zero-Sum Game Bitcoin
Dalam catatannya, pandangan yang sering menyebut bahwa Bitcoin adalah zero-sum game karena beberapa hal. Pertama, uang berpindah tangan dan bukan tercipta. Hal itu menjadikan jika seseorang mengalami keuntungan 10 juta dari penjualan Bitcoin, maka pihak lain yang membeli akan mengalami kerugian 10 juta jika harganya turun.
Selain itu, perspektif lain yang menyebut bahwa Bitcoin adalah zero-sum game karena banyak orang yang ingin membayar dengan harga lebih mahal terhadap BTC. Membuat keuntungan hanya muncul jika orang lain bersedia membayar dengan harga lebih tinggi.
“Spekulasi, bukan value creation. Berbeda dengan bisnis produktif (pabrik, perusahaan) yang menghasilkan barang/jasa. Trading Bitcoin hanya soal harga naik atau turun,” jelas Oscar.
Perspektif Bitcoin Sebagai Store of Value
Ia juga membagikan pandangannya mengapa Bitcoin juga sering disebut sebagai store of value. Pertama adalah karena supply-nya yang terbatas. BTC memiliki pasokan maksimal 21 juta koin. Kondisi itu berbeda dengan mata uang fiat yang bisa dicetak pemerintah, membuat Bitcoin dianggap tahan inflasi.
Di sisi lain, penentuan harga BTC berdasarkan skema demand supply, jika ditambahkan dengan keterbatasan pasokan BTC sendiri, membuat harganya cenderung terus naik karena permintaannya meningkat.
“Bitcoin mudah dipindahkan dan disimpan. Karena BTC bisa terkirim lintas negara dalam hitungan menit, tanpa perlu emas batangan atau brankas fisik. Bitcoin juga sulit disita dan tahan sensor, kemudian BTC disebut sebagai emas digital karena meskipun harganya fluktuatif, banyak yang percaya bahwa nilainya akan stabil seiring waktu,” tambah Oscar.
Tetapi yang jelas lanjutnya, Bitcoin bukanlah skema piramida karena aset tersebut tidak perlu merekrut orang baru untuk bisa mendapatkan keuntungan. Tidak menjanjikan imbal hasil tetap karena harganya tergantung dari pasar.
Terpenting lanjut Oscar, Bitcoin adalah teknologi. Bukan perusahaan investasi. Aset tersebut merupakan jaringan blockchain terbuka yang tidak ada satu pihak yang mengendalikan sistem untuk menjanjikan keuntungan.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram dan Twitter BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.
