Di tengah kerasnya sikap pemerintah Cina terhadap perkembangan sektor metaverse dan Web3, beberapa raksasa teknologi asal Negeri Tirai Bambu malah masuk lebih dalam untuk mengembangkannya. Kali ini, aksi tersebut dilakukan oleh Huawei melalui salah satu entitas usahanya, yaitu Huawei Cloud.
Tingginya perkembangan metaverse dan Web3 di kawasan Asia Pasifik rupanya menjadi gula-gula yang mampu menarik hasrat Huawei untuk ikut masuk dan mencicipi bisnis dalam sektor internet terdesentralisasi tersebut. Untuk itu, perusahaan membentuk Metaverse Alliance bersama dengan berbagai platform digital global; mulai dari Blockchain Solutions, Deepbrain Chain, Polygon, Morpheus Labs, dan beberapa perusahaan teknologi lainnya.
Dengan basis pengguna yang luas dari Huawei, harapannya dapat mempercepat adopsi web3 ke level yang lebih baik. Maklum, Huawei Cloud sendiri merupakan salah satu perusahaan teknologi global dengan 730 juta pelanggan aktif setiap bulannya.
Aliansi tersebut dimaksudkan untuk bisa menyediakan infrastruktur dan solusi Web3 yang beragam pada pengguna. Sementara untuk mitra, masing-masing perusahaan bisa melakukan integrasi melalui Huawei Cloud untuk saling berbagi pasar.
Salah satu perusahaan yang masuk dan bergabung dengan aliansi adalah Deepbrain Chain. Platform komputasi kecerdasan buatan berbasis blockchain itu mengklaim memiliki beberapa nilai tambah dalam penggunaannya; seperti rendahnya biaya, privasi yang terlindungi, sistem komputasi yang fleksibel, dan keamanan yang tinggi.
“Deepbrain Chain sudah melayani ratusan perusahaan dan puluhan ribu grup pengembang artificial intelligence (AI) dalam game cloud, kafe internet, dan juga bisnis,” jelasnya seperti dikutip dari media lokal.
Di samping itu, mainnet Deepbrain Chain juga sudah meluncur di banyak negara; seperti Korea Selatan, Singapura, Vietnam, Amerika Serikat (AS), dan beberapa negara lain. Oleh karena itulah, pantas rasanya jika Deepbrain sering disebut sebagai proyek blockchain yang dilahirkan di Cina, namun besar dan melaju di ranah internasional.
Cina Melangkah Lebih Jauh lewat Metaverse
Pemanfaatan metaverse di Cina berbeda dengan beberapa negara lain. Jika metaverse yang berkembang di Barat selama ini kerap dihubungkan dengan dunia hiburan dan keuangan, di Cina metaverse justru dimanfaatkan untuk pengembangan sektor industri atau yang dikenal dengan istilah metaverse industri. Hal inilah yang menjadi penyebab banyak raksasa teknologi asal Cina yang lebih dulu terjun dan mengembangkan metaverse.
Perusahaan riset pasar TrendForce menyebutkan adanya metaverse industri berpotensi mendorong pasar manufaktur cerdas global lebih dari US$540 miliar di tahun 2025. Lalu, Rotating Chairman Huawei Technologies, Hu Houkun, mengungkapkan metaverse di Cina memiliki nilai yang jauh lebih besar dengan aplikasi yang hanya berorientasi pada konsumen, karena penggunaannya sendiri difokuskan untuk industri.
Oleh karena itu, selain Huawei, beberapa perusahaan teknologi mumpuni lannya, seperti Tencent dan JD, juga tengah berlomba untuk melakukan eksplorasi metaverse industri di berbagai sektor; mulai dari manufaktur, supply chain, konstruksi, pariwisata, dan otomotif.
Bentuk nyata dari pemanfaatan metaverse industri sudah dilakukan oleh Tencent. Pihak Tencent bersama dengan Ruitai Masteel New Materials Technology membangun pabrik dengan konsep digital twin untuk melakukan simulasi secara virtual sebelum melanjutkannya ke proses produksi.
Untuk dipahami, pemanfaatan metaverse industri juga sudah digarap oleh raksasa teknologi asal Jerman, yakni Siemens. Perusahaan menggandeng NVIDA untuk menghubungkan Siemens Xcelerator dengan NVIDIA Omniverse di metaverse. Proyek pertama yang dikerjakannya adalah pembangunan pabrik BMW AG.
Dukungan dari Pemerintah terhadap Metaverse
Di sisi lain, perlakuan terhadap ruang virtual tersebut juga tidak bisa disamakan dengan perlakuan di luar Cina. Walau mendukung teknologi metaverse, namun pemerintah setempat sudah memasang kuda-kuda yang kuat untuk menghalau kehadiran non-fungible-token (NFT) dalam adopsi blockchain. Aset digital tersebut dinilai sarat akan unsur spekulatif dan tidak ramah digunakan oleh segala usia. Padahal, NFT sendiri memiliki kaitan erat terhadap kelangsungan metaverse.
Sebagai bagian dari sikap kerasnya terhadap NFT, pemerintah Cina bersama dengan beberapa perusahaan kakap di sana menandatangani pakta yang berisi tentang semangat untuk meluncurkan karya digital dengan kearifan lokal sembari menarik diri dari perdagangan NFT di pasar sekunder.
Selain itu, standar ganda pemerintah Cina terhadap pemanfaatan dunia virtual terlihat dari pernyataan salah satu pejabat setempat. Dalam konferensi terbaru di sana, Wakil Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi Cina, Wang Jiangping, menyebutkan bahwa pihak kementerian akan mendorong industri virtual reality (VR) dan mempromosikan integrasinya dengan ekonomi riil.
Saat ini, Cina mengklaim sudah memiliki lebih dari 10.000 perusahaan yang terlibat dalam realitas virtual dan bisnis yang terkait di dalamnya. He Chao, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Industri Metaverse China Mobile Communications Association, mengatakan Cina sangat menghargai peran metaverse untuk meningkatkan ekonomi.
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.