Lihat lebih banyak

Makin Dekat Dengan Kenyataan, Produsen VR Kembangkan Teknologi “Bau” dan “Rasa” di Metaverse

3 mins
Diperbarui oleh Lynn Wang
Gabung Komunitas Trading Kami di Telegram

Ringkasan

  • OVR Technology mengaku sedang mengembangkan headset yang mampu menciptakan aroma berbeda bagi pengguna.
  • Dalam teknologi anyarnya ini, OVR Technology menggunakan cartridge berisi delapan aroma utama.
  • Meski terdengar revolusioner, namun ada segelintir pihak yang menilai penggunaan aroma dan rasa yang kuat sekaligus immersive masih jauh dari spektrum inovasi.
  • promo

Pengembangan metaverse berjalan dengan begitu masif. Perusahaan yang berada dalam ekosistem utama ruang virtual berlomba untuk bisa menghadirkan realitas yang sebenarnya pada para pengguna di ranah virtual. Bukan hanya soal penampilan penggunanya yang muncul lewat avatar atau visualisasi barang yang terlihat di mata, melainkan bau dan rasa yang ada di dunia nyata pun akan turut diboyong masuk ke metaverse.

Beberapa perusahaan teknologi mengaku sudah mengembangkan teknologi hyper-realistic untuk memberikan pengalaman utuh bagi pengguna metaverse. OVR Technology, misalnya. Perusahaan yang berbasis di Vermont, Amerika Serikat (AS) itu mengaku tengah mengembangkan headset yang mampu menciptakan aroma berbeda bagi pengguna.

Perusahaan menggunakan cartridge yang berisi delapan aroma utama. Menariknya, jika seluruhnya digabungkan, maka akan menciptakan aroma yang berbeda.

Produk tersebut awalnya berfokus pada pengembangan produk kecantikan dan parfum. Namun, dengan inovasi, OVR Technology menggabungkannya ke dalam kacamata virtual reality (VR), sehingga memungkinkan pengguna untuk mencium apa yang ada di metaverse.

Beberapa aroma yang sudah tersedia untuk dihirup oleh pengguna, di antaranya adalah aroma mawar dan bau marshmallow panggang.

Co-founder dan sekaligus Chief Executive Officer (CEO) OVR Technology, Aaron Wisniewski, mengungkapkan teknologi tersebut dapat membantu konsumen untuk memasarkan produk.

“Saat ini, kita tengah memasuki era di mana realitas diperluas dapat mendorong perdagangan, hiburan, pendidikan, hubungan sosial dan juga kesejahteraan. Kualitas pengalaman yang diberikan bisa diukur dari seberapa imersif teknologi yang dihadirkan dan bagaimana emosi yang terlibat di dalamnya,” jelas Wisniewski.

Meski terdengar revolusioner, namun ada segelintir pihak yang menilai penggunaan aroma dan rasa yang kuat sekaligus immersive masih jauh dari spektrum inovasi.

Teknologi Metaverse Masih Mahal

Di tengah pengembangan masif yang dilakukan oleh perusahaan teknologi, beberapa ahli justru berpendapat bahwa pengembangan teknologi metaverse dan turunannya masih terlalu mahal untuk dimiliki konsumen. Sebagai contoh, produk Quest Pro besutan Meta saja dibanderol dengan harga US$1.100 (sekitar Rp17,12 juta). Kondisi ini memicu kekhawatiran, bila adopsi metaverse akan mengalami kesulitan secara keseluruhan.

Hal itu pula yang tampaknya memengaruhi penjualan headset virtual reality di AS. Data dari NPD Group menyebutkan penjualan headset VR turun 2% secara tahunan pada 2022, menjadi US$1,1 miliar.

Senada dengan data di atas, perusahaan riset lainnya, yaitu CCS Insight, mengungkapkan bahwa pengiriman headset virtual reality di seluruh dunia dan perangkat augmented reality (AR) turun lebih dari 12% secara tahunan. Tepatnya menjadi 9,6 juta di 2022.

Terlepas dari harganya yang dianggap cukup mahal, tapi Analis Elektronik Konsumen NPD, Ben Arnold, mengungkapkan Meta masih memimpin untuk produk VR di pasaran. Headset Meta Quest 2, yang diluncurkan pada tahun 2020 lalu, berada di posisi puncak. Produk tersebut sanggup mengalahkan perangkat dari pabrikan Valva, HP, dan Sony.

“Penjualan konsol game, seperti Sony Playstation 5, sempat mengalami kekurangan pasokan, namun kehadiran VR telah menghancurkannya,” ungkap Arnold.

Matthew Ball, seorang pakar metaverse, turut menambahkan bahwa pelopor dalam adopsi cenderung memiliki anggaran yang jauh lebih tinggi. Hal itu membuatnya sangsi bahwa penggunaan produk tertentu di metaverse bisa digunakan secara luas dalam beberapa tahun ke depan.

Inovasi Tetap Berjalan

Animoca Brands Siap Suntik Dana US$2 Miliar untuk Metaverse

Walau mendapatkan keraguan dari banyak pihak, pengembang di industri metaverse tidak mundur untuk menghentikan inovasinya. Salah satunya adalah Flare. Perusahaan ini berniat untuk meluncurkan aplikasi kencan VR yang dinamakan Planet Theta pada Februari mendatang.

Chief Marketing Officer (CEO) Flare, Aurora Townsend, mengatakan perusahaan tengah membangun aplikasi yang mampu memberikan sensasi berupa sentuhan pada pengguna. Perasaan saat menginjak tanah ataupun memegang tangan pasangan mampu dihadirkan dengan teknologi yang sepenuhnya immersive di realitas virtual.

“Cara kita berhubungan dengan orang akan berubah setelah teknologi haptic sudah benar-benar immersive,” pungkas Townsend.

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!

Platform kripto terbaik di Indonesia | Maret 2024

Trusted

Penyangkalan

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.

BIC_userpic_sb-49-profil.jpg
Adalah seorang penulis dan editor yang pernah berkiprah di banyak media ekonomi dan bisnis. Memiliki pengalaman 7 tahun di bidang konten keuangan, bursa dan startup. Percaya bahwa blockchain dan Web3 akan menjadi peta jalan baru bagi semua sektor kehidupan
READ FULL BIO
Disponsori
Disponsori