Setelah menerbitkan laporan terbarunya, operator stablecoin Tether kini bersiap untuk mengumumkan laba sebesar US$700 juta untuk kuartal pertamanya tahun ini.
Penerbit stablecoin USDT tersebut juga mengungkapkan bahwa asetnya telah melebihi jumlah liabilitasnya – dengan total US$960 juta. Chief Technology Officer (CTO) perusahaan, Paolo Ardoino, memprediksi bahwa dana cadangan total perusahaan mereka akan mencapai US$700 juta pada akhir kuartal keuangan minggu depan.
Hal ini berarti untuk pertama kalinya, cadangan berlebih perusahaan berhasil mencapai lebih dari $1,66 miliar. Capaian ini juga menandai pertama kalinya perusahaan sukses melampaui threshold US$1 miliar.
Sekilas tentang Tether
Sebagai informasi, Tether adalah stablecoin terbesar dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$78 miliar. Stablecoin ini dipatok ke dolar AS dengan rasio 1:1. Selain itu, kelas aset stablecoin memang dirancang untuk melindungi pengguna dari ancaman volatilitas harga. Apalagi, salah satu kritik utama terhadap aset kripto secara umum adalah bahwa fluktuasi harganya yang dramatis dapat mengurangi minat investor yang kurang berpengalaman untuk menggunakannya.
Stablecoin sendiri berusaha mengatasi masalah yang mayoritas pengguna rasakan ini dan juga hadir untuk memastikan nilai asetnya dari waktu ke waktu agar tetap relatif stabil. Tidak hanya itu, kita juga bisa menggunakannya untuk mentransfer dana antara berbagai aset kripto tanpa perlu mata uang fiat.
Sementara itu, USDT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2014 silam dan telah menjadi target berbagai macam kritik selama bertahun-tahun. Banyak dari kritik tersebut menyangkut transparansi pendanaannya. Tether sendiri memegang surat berharga komersial atau commercial paper (CP), yaitu sejenis utang jangka pendek tanpa jaminan. Namun, perusahaan gagal untuk menunjukkan perusahaan-perusahaan mana saja atau di mana lokasi perusahaan-perusahaan yang menjual surat utang tersebut.
Akhirnya, Tether memindahkan kepemilikannya ke Treasury AS yang lebih bisa diandalkan.
Tether memperoleh pendapatan dari membebankan biaya kepada penggunanya. Selain itu, Tether juga memberikan pinjaman kepada institusi untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Tumbuh Makin Pesat pasca Keruntuhan SVB
Penggunaan Tether telah berkembang pesat dalam beberapa minggu terakhir setelah runtuhnya Silicon Valley Bank. Di sisi lain, rivalnya yakni Circle, sang penerbit stablecoin USDC, mengakui bahwa mereka memiliki eksposur sebesar US$3,3 miliar pada bank yang gagal tersebut. Alhasil, ini mengakibatkan USDC sempat kehilangan pasak dolarnya untuk sementara waktu.
Hal ini terjadi karena para investor khawatir mengenai stabilitas koin tersebut. Pemerintah AS akhirnya meyakinkan pelanggan bahwa dana mereka tetap aman setelah menjamin simpanan mereka. Akhirnya, langkah tersebut berhasil memulihkan kembali pasaknya.
Ketika ditanya apakah Tether mampu bertahan dari krisis seperti keruntuhan SVB, Ardoino menunjuk ke Credit Suisse sebagai tanda ketidakstabilan di pasar tradisional.
Dia mengatakan, “Tether menghasilkan uang sementara bank-bank [mengalami] kegagalan. Jadi, jika Anda harus menaruh uang di suatu tempat, saya kira Tether adalah pilihan yang paling aman.”
Bagaimana pendapat Anda tentang dampak keruntuhan SVB terhadap Tether? Yuk, sampaikan pendapat Anda di grup Telegram kami. Jangan lupa follow akun Instagram BeInCrypto Indonesia, agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar dunia kripto!
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi.
Selain itu, sebagian artikel di situs ini merupakan hasil terjemahan AI dari versi asli BeInCrypto yang berbahasa Inggris.