Terdapat dua dari sekian banyak blockchain terbesar untuk DeFi dan NFT yang seringkali menjadi perbandingan di industri ini, yaitu Ethereum dan Solana. Kedua jaringan ini memiliki ekosistem yang luas dengan keunggulan dan daya tariknya masing-masing. Tapi, sebenarnya apa sih yang membedakan Solana vs Ethereum? Apakah label “Ethereum Killer” yang diberikan kepada Solana itu benar adanya? Lantas, apakah Solana memang terbukti jauh lebih baik dari Ethereum?
Nah, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, maka dalam artikel ini kita akan membahas perbedaan di antara keduanya. Selain itu, kita juga akan mengulik informasi lebih detail tentang teknologi yang mendasarinya, fitur inti dari setiap blockchain, ekosistem DApp yang berkembang di atasnya hinga kapitalisasi pasar native coin SOL dan ETH.
Beli SOL dan ETH di Exchange Terbaik
Beli Crypto Pakai Kartu
Biaya Trading GratisBeli Crypto dengan Rupiah
Diawasi oleh BappebtiBonus USDT 3200
Trading, Leverage, Earn- Apa Itu Ethereum?
- Apa Itu Solana?
- Solana dan Ethereum: Apa Perbedaannya?
- 1. Mekanisme Solana vs Ethereum
- 2. Bahasa Pemrograman Solana vs Ethereum
- 3. Desentralisasi Solana vs Ethereum
- 4. Downtime Solana vs Ethereum
- 5. Biaya Transaksi Solana vs Ethereum
- 6. Kecepatan Transaksi Solana vs Ethereum
- 7. Ukuran Jaringan Solana vs Ethereum
- 8. Kapitalisasi Pasar Solana vs Ethereum
- 9. Ekosistem DeFi Solana vs Ethereum
- 10. NFT di Solana vs Ethereum
- Akankah Solana menjadi “Ethereum Killer”?
- Kesimpulan: Manakah yang Lebih Unggul?
Apa Itu Ethereum?
Sebelum membahas perbedaan Solana vs Etherum, mari mengenal masing-masing dari blockchain ini. Ethereum adalah blockchain pertama yang dapat diprogram (programmable) dan memungkinkan para developer untuk membangun aplikasi terdesentralisasi dengan menggunakan fitur smart contract serbaguna mereka. Vitalik Buterin adalah pendiri Ethereum dan penulis white paper yang jadi dasar pengembangan smart contract di blockchain tersebut. Jaringan ini memiliki koin crypto native sendiri yaitu Ether (ETH) yang berguna untuk membayar gas fee transaksi dalam blockchain itu.
Selain itu, blockchain Ethereum juga dapat digunakan untuk non-fungible token (NFT) dan aplikasi decentralized finance (DeFi). Hal ini dapat terwujud berkat tujuan Ethereum yang berkomitmen untuk menjadi blockchain yang dapat mencakup segala aspek yang semua orang butuhkan serta melayani berbagai aplikasi khusus. Jadi tidak heran jika segala upaya yang tim lakukan benar-benar mencerminkan tujuan tersebut. Terlebih lagi, Ethereum juga menawarkan keamanan dan seperangkat alat yang lengkap untuk membangun keuangan terdesentralisasi (DeFi).
Sebelumnya, Ethereum menggunakan protokol konsensus proof of work (POW) yang memberikan para penambang penghasilan untuk proses validasi transaksi dalam blokchain. Akan tetapi, Ethereum sudah beralih ke proof of stake (PoS) sejak September 2022 dalam proses bernama “The Merge“.
Apa Itu Solana?
Solana diciptakan untuk mengatasi kendala yang berhubungan dengan penskalaan yang dihadapi oleh blockchain Ethereum. Kendala ini muncul sejak meningkatnya minat terhadap kripto dan keterbatasan bandwidth yang akhirnya turut membatasi throughput transaksi bagi pengguna yang ingin menggunakan blockchain tertentu. Untuk mengatasinya, pendiri Solana Anatoly Yakovenko menggunakan trik teknikal yang cerdas untuk menemukan solusi yang meyakinkan demi menyelesaikan masalah yang belum mampu diatasi platform blockchain lainnya.
Sama halnya seperti Ethereum, Solana juga menyediakan platform untuk non-fungible token dan decentralized application (DApp). Versi digital dari item-item seperti karya seni yang digemari kolektor tersebut telah memberikan dampak yang signifikan bagi para seniman digital seperti pemodel 3D dan seniman efek visual. Sementara itu, salah satu proyek pertama Solana dalam sektor ini adalah Degenerate Apes. Koleksi tersebut berisikan lebih dari 10.000 potret yang hanya dapat pelanggannya beli dengan menggunakan aset kripto SOL. Dengan begitu, penjualan NFT dari koleksi tersebut dapat memberikan dampak positif juga bagi nilai aset tersebut, di mana volume perdagangan untuk Degenerate Apes sendiri sudah mencapai puluhan juta.
Pahami lebih lengkap mengenai blockchain Solana di artikel Solana: Potensi Blockchain dan Token SOL
Solana dan Ethereum: Apa Perbedaannya?
Kedua blockchain ini mempunyai penggemarnya masing-masing dan juga sudah memiliki banyak sekali aplikasi yang beroperasi di atasnya. Namun, Ethereum sendiri tetap bertahan menjadi yang paling populer karena mereka menawarkan ekosistem DApps yang lebih transparan dan canggih. Akan tetapi, ada perbedaan tertentu di antara keduanya yang penting untuk kita perhatikan. Untuk itu, kita akan membahas lebih jauh perbedaan di antara kedua blockchain ini dari sepuluh perspektif berbeda.
1. Mekanisme Solana vs Ethereum
Sebelumnya, Ethereum menggunakan protokol konsensus proof of work (POW) yang memberikan para penambang penghasilan untuk proses validasi transaksi dalam blokchain. Akan tetapi, Ethereum sudah beralih ke proof of stake (PoS) sejak September 2022 dalam proses bernama “The Merge“.
Sedangkan, Solana berbeda dari Ethereum, karena proyek ini menggunakan proof-of-history (POH). Intinya, mereka memerlukan serangkaian langkah komputasi untuk menentukan waktu kriptografi antara dua peristiwa. Dengan begitu, kamu dapat melacak setiap order transaksi dengan memberikannya stempel waktu dan menambahkannya ke transaksi. Sehingga, urutan order ini pada dasarnya berbeda dari urutan di Bitcoin ataupun Ethereum, di mana transaksi di blockchain mereka tidak terikat oleh waktu.
Selain itu, aspek lain yang membedakan Solana dengan Ethereum adalah arsitekturnya yang “stateless”. Dengan arsitekturnya itu, mereka dapat mengurangi konsumsi memori penyimpanan mereka. Dan karena status seluruh jaringan tidak perlu diperbarui setiap kali terdapat transaksi baru, maka transaksi mereka dapat dilakukan secara berurutan. Oleh karena itulah, Solana menjadi blockchain yang sangat skalabel.
2. Bahasa Pemrograman Solana vs Ethereum
Developer dapat membuat program dengan menggunakan smart contract yang beroperasi di jaringan blockchain terdesentralisasi. Dalam hal ini, setiap node yang ada di masing-masing jaringan meng-hosting mesin virtual mereka dan mengeksekusi instruksi saat ditambahkan ke ledger digital.
Selain itu, tentu saja, bahasa pemrograman yang mereka pakai juga sangat penting, karena developer yang lebih familiar dengannya dapat mengurangi potensi munculnya kesalahan. Hal ini juga berarti bahwa mesin virtual yang sudah lebih lama ada juga akan lebih stabil dan memiliki lebih sedikit kesalahan ketimbang mesin yang lebih baru.
Ethereum sendiri menggunakan Ethereum Virtual Machine (EVM) yang khusus. Smart contract jaringannya juga sebagian besar ditulis dalam bahasa khusus, seperti:
- Solidity (terinspirasi dari C++)
- Viper (Bahasa Python)
- Yul/Yul+ (bahasa perantara ke EVM)
- Fe (berbasis Rust dan Python)
Di sisi lain, Solana justru lebih memilih menggunakan bahasa yang sudah lebih terkenal, seperti C, C++, dan Rust. Apalagi, arsitektur Solana lebih rumit dan mendukung multithreading. Mereka juga lebih memilih menggunakan mekanisme penerusan transaksi Gulf Stream untuk menjalankan programnya ketimbang mempools.
Sementara itu, Solidity, yaitu bahasa pemrograman yang Ethereum pakai, dapat menyebabkan banyak kerentanan dalam smart contract Ethereum ketika digunakan oleh developer yang tidak berpengalaman. Di sisi lain, meskipun Solana menggunakan bahasa pemrograman yang lebih familiar, arsitekturnya yang kompleks dapat menimbulkan risiko keamanan ketika kodenya tidak diaudit secara menyeluruh oleh programmer berpengalaman.
3. Desentralisasi Solana vs Ethereum
Seperti yang kita ketahui, desentralisasi merupakan inti dari teknologi blockchain. Dan itu adalah salah satu aspek pembeda utama ketika kita membandingkan Solana dengan Ethereum. Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan sistem di mana individu atau kelompok tertentu memiliki kontrol yang signifikan atas blockchain tersebut. Selain itu, sistem ini utamanya juga dapat membantu mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan meningkatkan ketahanannya.
Namun, tidak bisa dipungkiri juga jika desentralisasi bisa menyebabkan kendala dalam sistem blockchain sendiri. Seperti halnya jaringan PoW yang membuka jalan ke mining pool yang menciptakan lingkungan di mana beberapa kelompok dapat menjadi pemegang kontrol terpusat atas suatu blockchain.
Sedangkan di sisi lain, PoS adalah sebuah sistem di mana pemangku kepentingan (stakeholder) tertinggi juga akan menjadi pihak yang menerima reward terbesar. Dengan begitu, konsep “yang kaya semakin kaya” ini dapat memungkinkan terbentuknya sentralisasi kekuasaan.
Tapi, Solana diyakini bersifat lebih terpusat ketimbang Ethereum. Pasalnya, ada 30 validator teratas di Solana yang memegang lebih dari 35% dari total sahamnya. Di mana para validator tersebut memiliki ribuan SOL yang mereka jalankan dalam stake dan mengontrol sejumlah besar persentase di jaringan.
4. Downtime Solana vs Ethereum
Ethereum adalah jaringan blockchain pertama yang dapat diprogram dan sebagian besar kekurangannya sudah teratasi sejak awal mula pendiriannya. Meskipun kadang-kadang mengalami kemacetan, sistem mereka tidak pernah down karena secara signifikan lebih terdesentralisasi daripada chain lainnya. Akan tetapi, hal itulah yang sebenarnya menjadi salah satu alasan kenapa Ethereum sulit untuk melakukan penskalaan. Proyek ini ingin agar setiap pengguna kripto dapat menjalankan node Ethereum menggunakan hardware apa pun. Maka tidak heran kalau sejak awal, Ethereum juga tidak pernah down.
Itulah yang membuat Ethereum berbeda dengan Solana yang masih berjuang menghadapi tantangan untuk menciptakan jaringan yang benar-benar terdesentralisasi. Apalagi, Solana juga sempat beberapa kali mengalami downtime sejak awal jaringannya beroperasi.
Pemadaman Solana pertama kali terjadi pada Desember 2020. Saat itu, pemadamannya berlangsung selama lima jam dan untungnya, tidak ada dana yang hilang. Sedangkan, pemadaman Solana kedua terjadi pada September 2021, dan berlangsung lebih lama dari sebelumnya yaitu 17 jam. Downtime tersebut disebabkan oleh serangan DDoS (Distributed Denial of Service).
Sebagai informasi, serangan DDoS sendiri adalah serangan siber di mana aktor jahat mencoba membanjiri jaringan dengan begitu banyak transaksi atau aktivitas secara sekaligus. Alhasil, Solana dihentikan selama beberapa jam dan kehilangan beberapa investornya. Beruntungnya, tidak ada dana yang hilang.
Akan tetapi, ketika jaringan tersebut mengalami shutdown ketiga, penyebabnya bukan datang dari serangan siber. Tepatnya pada Januari 2022, terdapat gerombolan bot yang membebani jaringan selama Initial DEX Offering (IDO). Menurut laporan, jaringannya sempat mencapai puncak 400.000 TPS (transaksi per detik). Dan walaupun downtime ini mengkhawatirkan, fakta bahwa Solana dapat menangani hingga 400.000 TPS juga menjadi prestasi yang sangat mengesankan.
5. Biaya Transaksi Solana vs Ethereum
Membandingkan tarif transaksi masing-masing blockchain tentunya sangat penting. Apalagi, rata-rata pengguna tidak ingin membayar biaya transaksi yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, Solana sudah populer dengan biaya transaksinya yang rendah. Sedangkan, Ethereum punya biaya transaksi yang lebih mahal daripada Solana.
Menurut data Cointool, harga gas di ETH mencapai 36,4 gwei (sekitar US$1,85) untuk kecepatan normal per Januari 2024. Sementara biaya gas di Solana pada waktu yang sama hanya 5 gwei (US$0,000464) untuk kecepatan normal.
Blockchain Solana lebih unggul dengan block time 0,4 detik dan kapasitas block 20.000 transaksi, ketimbang waktu block Ethereum yang membutuhkan 13 detik dan kapasitas block yang hanya dapat menampung 70 transaksi.
6. Kecepatan Transaksi Solana vs Ethereum
Pada hakikatnya, Solana adalah salah satu blockchain dengan pemrosesan transaksi tercepat. Kemampuan ini dapat mereka wujudkan berkat arsitektur jaringan yang mereka bangun. Di saat Ethereum lebih berfokus untuk memprioritaskan desentralisasi, Solana justru lebih fokus pada throughput jaringannya.
Pada Ethereum yang sudah menyelesaikan upgrade Shanghai, jaringan dapat menangani hingga 62 TPS (transaction per second) pada 19 Januari 2024. Sedangkan, Solana mampu memproses lebih dari 1271 TPS. Sebagai perbandingan, Visa, yakni pemroses pembayaran di seluruh dunia saat ini dapat menangani hingga 65.000 TPS.
Namun begitu, perlu kita catat juga bahwa setelah mengalami beberapa kali upgrade, jaringan Ethereum seharusnya dapat memproses hingga 100.000 TPS.
7. Ukuran Jaringan Solana vs Ethereum
Ethereum adalah jaringan terbesar yang mampu mendukung smart contract. Terkait hal itu, menurut DeFi Llama, TVL Ethereum (Total Value Locked) telah mencapai US$33,04 miliar, sedangkan TVL Solana hanya US$1,36 miliar pada 19 Januari 2024. Perbedaan antara kedua jaringan ini lebih dari 95% dalam hal TVL. Artinya, sebagian besar aplikasi keuangan lebih memilih Ethereum. Terlebih lagi, Solana baru saja mulai menerima dukungan dari lembaga keuangan. Sehingga, Akibatnya, Solana kemungkinan memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa mengejar ukuran jaringan raksasa Ethereum.
8. Kapitalisasi Pasar Solana vs Ethereum
Baik Ethereum maupun Solana sudah mempunya koin native mereka sendiri yang bisa kita pakai untuk membayar biaya transaksi. Keduanya juga termasuk di antara beberapa koin terpenting di seluruh pasar kripto.
Pada 19 Januari 2024, harga 1 ETH bernilai US$2.469,7 dan kapitalisasi pasar Ethereum mencapai US$296,7 miliar, dengan lebih dari 120 juta koin ETH yang beredar. Selain itu, Ether juga berhasil menempati peringkat aset kripto kedua, tepat di bawah Bitcoin.
Jaringan Solana juga tidak punya pasokan SOL maksimum yang tetap. Namun, jaringan ini memiliki tingkat inflasi yang konstan, dan semakin berkurang seiring berjalannya waktu, karena cenderung mencapai 1,5% dalam jangka panjang. Pada 19 Januari 2024, harga 1 SOL setara dengan US$92,79, sedangkan yang beredar ada 432,9 juta SOL. Jumlah tersebut membuat kapitalisasi pasar Solana bernilai US$40,2 miliar.
9. Ekosistem DeFi Solana vs Ethereum
Mengingat usia Ethereum, blockchain ini memiliki ekosistem DeFi yang jauh lebih besar dan lebih beragam daripada Solana. Namun, Solana sejauh ini juga sudah berusaha keras untuk menarik lebih banyak developer ke jaringannya dengan meluncurkan berbagai strategi pemasaran seperti program hackathon dan bug-bounty. Sejak awal, taktik ini telah terbukti dapat membantu meningkatkan jumlah pengguna dan developer di blockchain mereka.
Ethereum adalah jaringan utama untuk beberapa aplikasi DeFi yang paling banyak digunakan, seperti MakerDAO, Lido, Uniswap, dan Aave. Selain itu, tahun 2021 juga membawa tren baru ke dunia blockchain, yaitu kegilaan NFT. Sementara itu, marketplace-marketplace NFT terpopuler beroperasi di atas jaringan Ethereum.
Dalam hal ini, perlu kita ingat bahwa ekosistem DeFi di Solana masih dalam masa pertumbuhan. Namun, ada beberapa DApp Solana yang mulai menarik minat para pengguna baru. Tentunya, semua itu hasil dari hackathon yang ekstensif. Beberapa ekosistem aplikasi DeFi terbanyak di Solana adalah Solend dan Raydium.
Di sisi lain, mengingat blockchain yang merupakan teknologi baru, ekosistemnya masih bisa berkembang lebih jauh lagi. Selain itu, ada korelasi yang sedikit aneh antara Solana dan Ethereum, yaitu setiap kali gas fee Ethereum naik, pengguna Solana tampaknya juga ikut meningkat.
Terlepas dari hal tersebut, kita masih belum tahu bagaimana kondisi kedua blockchain tersebut di masa depan nantinya. Tapi untuk sekarang, kita bisa menganggap bahwa ekosistem DeFi Ethereum dan penawaran jangkauan aplikasinya lebih luas dari Solana.
10. NFT di Solana vs Ethereum
Meskipun perdagangan telah NFT meledak pada tahun 2021 lalu, sebenarnya NFT sudah digunakan jauh sebelumnya. Di samping itu, Ethereum bukanlah blockchain pertama yang memakai non-fungible token untuk membuat NFT (Non-Fungible Token), akan tetapi jaringannya berhasil menjadi salah satu protokol terpenting untuk mempromosikan aset tersebut.
Dalam hal ini, CryptoKitties adalah salah satu aplikasi blockchain pertama yang mengembangkan NFT. Proyek ini juga kian ramai diberitakan oleh media sejak itu, tepatnya sejak aplikasinya berhasil menyebabkan lonjakan tajam pengguna baru di jaringan Ethereum pada tahun 2017.
Selain itu, meskipun Solana terbilang masih pendatang baru di sektor NFT, faktanya jaringan ini berhasil menyusul popularitas Ethereum. Solana memungkinkan pembeli untuk membeli NFT tanpa adanya biaya transaksi dan hanya mengalami sedikit masalah kemacetan di jaringan. Artinya, Solana dan NFT SOL jauh lebih mudah diakses daripada NFT yang ada di Ethereum.
Harga NFT Solana juga mulai melejit naik pada paruh kedua tahun 2021 lalu. Lalu tepatnya pada bulan September 2021, NFT Degenerate Ape berhasil terjual seharga US$1,1 juta. Penjualan ini pun menjadi transaksi NFT jutaan dolar pertama di jaringan Solana. Selain itu, ada juga “A Solana Monkey” yang terjual seharga US$2 juta pada bulan Oktober 2021.
Fitur | Ethereum | Solana |
Tahun Berdiri | 2013 | 2017 |
TPS (Transactions per second) | 40-65 | 50.000–65.000 |
Biaya Transaksi | 37 Gwei (US$1,850000) | 5 gwei (US$0,000465) |
Block Times | 12 detik | 0,4 detik |
Pahasa Pemrograman | Proof-of-Stake | Proof-of-History / Delegated Proof-of-Stake |
Programming Language | Solidity | Rust, C, C++ |
Arsitektur | Arsitektur Stateful | Arsitektur Stateless |
Skalabilitas | Skalabilitas terbatas | Protokol dengan performa tinggi untuk skalabilitas |
Kelebihan | • Mapan dan terjamin • Komunitas developer-nya besar • Ekosistem DeFi and NFT luas | • Transaksi cepat & biaya rendah • Skalabilitas tinggi • Dampak terhadap lingkungan lebih rendah |
Kekurangan | • Tarif transaksi tinggi • Transaksi lambat • Bahasa pemrograman baru | • Proyeknya lebih sedikit • Lebih tersentralisasi • Transparansinya kurang |
Akankah Solana menjadi “Ethereum Killer“?
Istilah “Ethereum killer” muncul karena proyek yang lebih muda berupaya menjadi solusi bagi trilemma blockchain. Tidak hanya menyoal kecepatan transaksi, tetapi juga harga gas yang murah serta kemudahan pengembangan bagi developer yang menentukan masa depan masing-masing proyek.
Namun, dalam perkembangan terbaru, pendiri Solana Anatoly Yakovenko mengungkapkan pandangannya terhadap dinamika antara Solana vs Ethereum ini. Menurutnya, kesuksesan Solana tidak bergantung pada Ethereum. Bahkan, dia meramalkan di masa depan kedua platform bisa berdampingan dengan mengutamakan potensi dari teknologi untuk berevolusi dan memperbesar skala.
Pengamatan ini mencerminkan sifat dinamis dari ruang kripto, di mana inovasi dan persaingan yang sehat mendorong kemajuan. Daripada melihatnya sebagai ancaman, sudut pandang salah satu pendiri menunjukkan bahwa persaingan ini adalah bagian dari evolusi ekosistem blockchain.
Kesimpulan: Manakah yang Lebih Unggul?
Ketika kita mencoba membandingkan jaringan Solana dengan Ethereum, penting untuk memperhatikan fitur atau kebutuhan yang tepat dalam mendukung aktivitasmu di blockchain.
Jika kamu adalah seorang developer, maka pastinya kamu akan sangat tertarik dengan teknologi intinya yang juga merupakan topik utama ketika membandingkan Ethereum dengan Solana. Selain itu, setiap blockchain juga memiliki mekanisme konsensus masing-masing serta memiliki cara penskalaan yang berbeda-beda. Meskipun Solana adalah blockchain tercepat, tetapi Ethereum tetap memiliki volume perdagangan yang jauh lebih tinggi dan lebih banyak digunakan di pasar kripto.
Investor mungkin akan lebih tertarik dengan prospek pertumbuhan kedua jaringan tersebut. Lalu, seiring berkembangnya dunia yang terdesentralisasi, semakin banyak orang yang mungkin juga akan berasumsi bahwa kedua jaringan ini akan berkembang lebih jauh lagi di masa depan. Tapi, seberapa besar pertumbuhannya, dan bagaimana nasib koin mereka, akan menjadi aspek yang layak kita pantau.
Sampai sekarang, Ethereum dan Solana terus berkembang dan membawa perubahan yang inovatif bagi industri. Dan apabila kamu tertarik untuk mempelajari tentang Ethereum dan Solana secara lebih lanjut dari mereka yang lebih berpengalaman, maka kamu bisa bergabung dengan Grup Telegram BeInCrypto. Member yang ada di dalamnya akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan kamu.
Pertanyaan yang Sering Muncul
Tidak. Justru Ethereum lah yang lebih aman daripada Solana. Hal ini karena Ethereum mempunyai lebih banyak anggota aktif dan developer di komunitasnya. Sedangkan, wawasan keamanan Solana sendiri masih lebih kecil daripada Ethereum yang sudah berkarir lebih dari tujuh tahun (2015) sejak diluncurkan.
Sektor kripto sering kali menyebut Solana sebagai “Ethereum killer” karena perannya yang serupa di dunia kripto. Keduanya memungkinkan developer untuk membangun aplikasi terdesentralisasi.
Solana bisa jadi sebesar Ethereum jika mereka berhasil menarik lebih banyak developer untuk meluncurkan aplikasi mereka di jaringan Solana. Sedangkan pada tahun 2022, sudah terlihat kesenjangan yang besar di antara kedua jaringan itu, dan Ethereum memiliki TVL (Total Value Locked) yang 95% lebih tinggi dari TVL Solana.
Harga 1 Solana sekitar Rp1,4 juta pada Januari 2024. Cek harga terkini 1 SOL ke IDR di halaman konversi BeInCrypto.
Solana adalah sebuah blockchain yang dapat diprogram untuk melakukan transaksi dengan cepat tanpa kehilangan fitur intinya, yaitu desentralisasi. Jaringan ini menggunakan mekanisme inovatif yang bernama proof-of-history. SOL, token asli blockchain ini, dapat digunakan untuk biaya transaksi dan juga dapat dipertaruhkan.
Untuk mendapatkan koin Solana, kita bisa membelinya di beberapa jenis bursa (exchange), baik decentralized exchange (DEX) maupun centralized exchange (CEX). Ada beberapa pilihan exchange global untuk beli Solana dengan Rupiah, seperti OKX, KuCoin, BYDFi, Bybit, Kraken dan Binance. Bursa lokal seperti Tokocrypto juga bisa menjadi tempat untuk membeli koin Solana (SOL)
Ethereum adalah sebuah platform open-source yang memungkinkan pengembangan aplikasi terdesentralisasi menggunakan teknologi blockchain. Jaringan ini memiliki koin crypto native sendiri yaitu Ether (ETH) yang berguna untuk membayar biaya transaksi dalam jaringan.
Kini, Ethereum yang menggunakan konsensus PoS memungkinkan staking untuk melakukan validasi transaksi baru pada blockchain. Pada dasarnya, aktivitas staking membantu mengamankan jaringan blockchain dan memberikan imbal hasil kepada para penggunanya. Makanya, staking dapat menjadi salah satu sumber penghasilan pasif (passive income) di Ethereum.
Vitalik Buterin adalah pendiri Ethereum dan penulis white paper yang jadi dasar pengembangan smart contract di blockchain tersebut.
Penyangkalan
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs kami merupakan tanggung jawab mereka pribadi. Prioritas kami adalah menyediakan informasi berkualitas tinggi. Kami meluangkan waktu untuk mengidentifikasi, meriset, dan membuat konten edukasi yang sekiranya dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami menerima komisi dari para mitra kami untuk penempatan produk atau jasa mereka dalam artikel kami, supaya kami bisa tetap menjaga standar mutu dan terus memproduksi konten yang luar biasa. Meski demikian, pemberian komisi ini tidak akan memengaruhi proses kami dalam membuat konten yang tidak bias, jujur, dan bermanfaat.